Dear Adam,
Aku heran kenapa kau memetik buah terlarang itu? Meski karena
itu kau harus meninggalkan surga selamanya.
Apakah semua keturunanmu lahir dari kesalahan itu, Dam?
Cintakah penyebabnya?
Jika cintamu pada Hawa menyebabkan sebuah dosa, jadi apa cinta
itu salah? Apa cinta memang benar-benar bisa membawa pada apa-apa sifat buruk
segumpal tanah?
Adam, kau mengabaikan larangan Tuhan demi ciptaan
istimewaNya, yang Dia buat indah khusus untukmu.
Adam, kau mahluk sempurna yang juga membuat kesalahan sempurna
yang bisa membuatmu meninggalkan tempat sempurna, apa itu karena cinta yang
sempurna?
Apakah bila kau tidak memetiknya, kami manusia juga akan
tinggal di surga? Tidak kenal fana dunia dan derita? Atau mungkin kami tidak
akan pernah ada?
Jika kami tidak kenal derita apa kami akan rasakan bahagia?
Tapi terima kasih Dam, sudah mengajari kami arti kesalahan
sehingga kami punya perbandingan, sehingga kami merasakan indah kebaikan.
Terima kasih Dam, karena telah mengajarkan arti penyesalan
dan memulai kembali.
Terima kasih Dam, karena membuat kami lebih manusiawi,
dengan nafsu, akal dan juga nurani.
Adam, kakek moyangku, pasti engkau sangat bersyukur pada
Tuhan kita. Karena untuk sebuah hukuman dari sebuah kesalahan, dunia ini tidak
terlalu buruk. Dunia ini membuat kita lebih dari segumpal tanah, seonggok
daging yang melekat pada tulang dan bernafas. Dunia ini membuat kita lebih dari
kita seharusnya. Dunia ini membuat kita menjadi mahluk Tuhan yang sebenarnya.
Terima kasih Tuhan, semoga kami bisa menjalani ketidakberdayaan
di hadapan-Mu dengan cinta sejati terhadap-Mu ...
Alhamdulillah. Suratku selesai, semoga kau tidak marah
ketika membacanya.
*EAM